Thursday, July 31, 2008

Thailand, free land - Day 6

Day 6


Grand Palace & Wat Phra Keow

Sesuai rencana dari awal, kita milih pergi ke Grand Palace & Wat Phra Keo, Wat Pho dan Wat Arun justru di hari terakhir. Pukul 08.30, berbekal pengalaman semalem ke pier di Chao Phraya River, kita kembali memilih jalur yang sama seperti sebelumnya. Setibanya di pier yang sama, kok tampak sepi pdhal semalem banyak orang di pier. Ada yang ga beres, kita menuju ke pier ferry semalem dengan anggapan mungkin naiknya dari sana. Dari jawaban jutek ibu2 penjaga tiket (orang yang beda tapi kok sama juteknya ya?), kita tau kalau Si Phaya Pier ada disebelah pier semalem. Lhooo beda toh…kita jalan lagi ke arah yang ditunjuk tapi belum nemu tanda2 adanya dermaga sampai ada beberapa orang keluar dari kayak gang kecil gitu. Pasti itu! Ternyata bener juga!

Ternyata pier semalem adalah River City pier, yaitu dermaga khusus Riverside Plaza Hotel yang khusus untuk cruise. Ooh ngono toh…
Jadi ada 15 pier utama di sepanjang sungai itu berikut pier-pier kecil seperti River City pier tersebut. Kita naik dr Si Phraya Pier (benerannya hehe) menuju Ta Chang Pier atau Pier # 9 yang merupakan dermaga deket Grand Palace berada. Biaya yang dikenakan 20 THB untuk single trip.

Dari dermaga itu kita harus melalui pasar kecil (duh bnyak bgt pasar kecil ditepi dermaga disini!) yang banyak menjual barang2 suvenir dan warung2 makanan dan jajanan kecil. Banyak juga yang menjual serangga2 goreng..eeww.
Dari di Jakarta sampai berada di Thailand ini kita selalu bersepakat jangan sampai ketipu dengan kalimat ‘The Grand Palace is closed’ kalo didekati orang di Grand Palace, begitu juga seperti yang kita baca di internet atau buku2. Jadinya kita sedikit sok tahu ga mo nanya, tapi…masuknya lewat mana ya??? Kita hanya menemukan pintu masuk Wat Pho…tapi nanti dulu kita mau ke Grand Palace. Yang ada cuma tembok tinggi tapi masuk dari mana ya? Tiba2 ada orang baik dan ramah yang mo ngasih tau, dengan senyum kita disapa dari mana…waah ketemu orang baik lagi nih. Dia ngomong trus dengan senyum sampai pada kalimat “Why don’t you go here and here first and…” (sambil nunjuk peta kita). Siaaulll ini mah mo nipu pasti. Ntah kenapa reaksi muka kita kompak berubah dan kayak telepati ayo kita kabur dari dia hehe. Dengan senyum kita menjawab “Oh no it’s ok..thank you so much..” sambil berusaha ngeloyor pergi. Muka orang itu sontak berubah tak ramah. Siauuul ketipu jg, abisan penampilan orang itu rapih sekali dan senyum terus.

Akhirnya kita jalan mengelilingi tembok tinggi tersebut dan menemukan sekerumunan orang keluar dari pintu pagar tinggi. Itu dia!!
Bener aja disitu buanyaak orang belum lagi ada arak2an prajurit penjaga istana lagi jalan berformasi gitu.
Entrance fee Grand Palace 300THB, mahal jg tapi yah karena tempat ini masuk nomor 1 best place to go in Thailand, jadi ya mau ga mau. Untuk masuk kesini harus mengenakan pakaian sopan atau kalau yang memakai celana pendek harus mengenakan kain yang disediakan, karena kompleks istana jg terdapat kuil.
Disini kita asik berfoto terus, sampai akhirnya kita dicolek seorang cowo sambil bertanya “Dari Indonesia jg ya?” gue en Lilo langsung berseru “Iyaaa….” saking senangnya ketemu teman sebangsa, sampai Tina yang terakhir dikenalin (karena sebelumnya berpisah untuk mencari obyek foto) pun waktu dikenalkan malah mukul seru Adrie, cowo itu… serasa ketemu temen lama hahaha.

Langsung kita berempat menikmati wisata ke Grand Palace yang cukup luas ini. Walaupun ramai, tapi suasana relijiusnya masih terasa. Bahkan sehabis mengunjungi kuil Wat Phra Keo yang harus melepas sepatu, menuju area Vimasek Mansion, Adrie baru tersadar bahwa ia kehilangan kameranya. Dengan panik ia berlari ke kuil tersebut disusul oleh kita. Beruntung banget ternyata kameranya masih ada bertengger deket tempat membuka sepatu. Fiuuh…mungkin ya karena relijius tempat itu, ga ada yg berani mencuri.

Sayangnya kita harus berpisah dengan Adrie disitu karena akan melanjutkan kunjungan ke Wat Pho dan Wat Arun, sementara Adrie sepertinya punya rencana lain. Till we meet again, bro…
Entah karena kecapean atau lapar, tapi kesan di Wat Pho ga sedalem waktu di Grand Palace & Wat Phra Keow, walaupun di Wat Pho terdapat Reclining Buddha atau Buddha lenggahan hehe.

Menuju Wat Pho, masih aja ditawarin calo2 or penipu wisata, malah ada yang kasar teriak WAT PHO!! Iyaaa kita denger, ga budek!! Hehe…karena panas, baik suasana hati maupun udara, malah jadi beli es dung dung ala Thailand hehe.

Selepas itu kita kelaperan dan mutusin makan di pasar kecil tadi di sebuah warung/resto kecil yang keliatannya ramai, baru setelah itu kita naek ferry dari situ untuk nyeberang menuju Wat Arun, the highest Wat. Ngomong2 soal highest, karena aga takut ketinggian, gue mutusin tetep dibawah sambil memotret mereka berdua yang naek keatas. Biaya masuknya cukup gede 50 THB, pdhl kayaknya kompleksnya kecil. Sebnarnya waktu yang terbaik memotret Wat Arun ini adalah pas sunset tapi karena sudah terlalu capek kita cabut dari situ siang menjelang sore hari aja.

Khaosan Road

Dari Wat Arun kita nyeberang lagi, dan berniat ke Khaosan Road, daerah nginep para backpacker. Walaupun kita gak nginep disitu tapi setidaknya pengen tau kayak apa siy daerah yang banyak dibincangin ini. Dari depan Wat Pho ada bis nangkring dan setelah bertanya ke ibu2 disitu, kita mesti naek bis model PPD no. 44.
Bis-bis di Bangkok mirip dengan di Jakarta, yang aga sembrono bedanya di Bangkok banyak juga kenek cewe, dan uang dari penumpang dimasukkan ke tempat uang yang lonjong gt ditenteng2 oleh keneknya. Bis yang non AC jendelanya terbuka lebar dan ada kipas angin di langit2 bis. Waduuh…apa ga pada masuk angin ya???

Pdhal kita dah ngomong ke mba kenek bis mo turun di Khaosan Road (walaupun dgn bahasa Tarzan) tapi tetep kelewatan jg, dan muka mba kenek seolah bilang ‘Khaosan Road dah lewat tuh’ yeee meneketehe!
Pas turun malah kebingungan ga nemu Khaosan Road. Nanya orang sekitar dan penjual mereka ga tau (atau ga ngerti??), yang akhirnya Lilo nanya ke pos polisi disekitar situ, baru deh nemu, pdhl pas nyari2 tadi kita udah lewatin jalan tersebut. Arrgh…

Di Khaosan Road, penuh para bule lalu lalang dan juga banyak dijual barang2 suvenir yang lucu2. Duh gatel pengen beli…Akhirnya sih kita blanja juga disini, beli oleh2 buat di kampung hehe.



Suan-Lum Night Bazaar

Arah pulang yang diambil adalah kita kembali ke dermaga Ta Chang, jalan pulang lewat sungai lebih asik. Tapi kali ini kita menuju ke Taksin Bridge atau pier paling ujung, yang deket dengen stasiun MRT Saphan Taksin untuk mengantar kita menuju stasiun MRT Lumphini untuk selanjutnya jalan kaki ke Suan Lum Night Bazar. Jalan kaki dari stasiun MRT Lumphini Park bukan pilihan bagus bagi yang udah seharian jalan, krn cukup jauh untuk jalan kaki, tp dekat untuk naik taksi. Suan-Lum Night Bazaar merupakan pasar besar yang menjual barang2 murah kalau kita jago nawarnya. Disini barang2 yang dijual ga jauh beda dari Chatuchak Market, hanya lbh mahal sdikit dan bentuk barangnya jg lbh rapih. Disini kita ketemu penjual tas kecil Thailand yg bisa menyapa dengan "Apa kabar?!" . Walaupun hnya itu yg bisa dia ucapin tapi seneng jg dengernya hehe.

Selesai belanja blenji, kita makan di resto disitu yang suasananya romantis, tapi banyak nyamuk hehe. Disitu baru deh mengkaji kembali perjalanan kita di Thailand, karena merupakan malam terakhir bersama Lilo, yang bakal balik besok pagi dengan penerbangan pukul 06.00. Wuuiihh…
What a tiring but fun days…!

Wednesday, July 30, 2008

Thailand, free land - Day 5

Day 5

Alarm berbunyi jam 6 pagi, serta ada alarm tambahan dr Tina yg membangunkan gue dan Lilo. Hoaaa…
Setelah berberes, kita menuju lobi hotel untuk meminta kupon makan pagi utk 2 orng. Sebnarnya Lilo booking hotel baru untuk besok, tapi karena pertimbangan dia pulang lebih awal, dia dpt courtesy utk makan pagi hari ini, sementara aku nunggu di lobi hotel sambil baca majalah. Gak masalah…. U can eat everywhere here in Bangkok..cieeh.

Ayuthaya

Hari ini kita berencana utk pergi ke Ayuthaya, mengunjungi Istana musim panas Raja, Bang Pa In Palace dan puing-puing candi di Ayuthaya. Baru besok akan mengunjungi Grand Palace….save the best for last hehe. Kita nanyain stasiun bis utk ke Ayuthaya ke resepsionis yg kini digantikan resepsionis cewe. Mukanya rada jutek tapi sebenarnya tegas. Dia sedikit berpromosi dan mancing2 untuk menggunakan tur dr hotel, tapi kita secara halus menolak. Alhasil dia jadi ogah2an dan gak jelas ngasih tau stasiun bis ke Ayuthaya.

Menurut peta, bis ke Ayuthaya bisa naik dari stasiun yg deket Chatuchak market. Tapi kali ini gue, Tina dan Lilo menggunakan BTS hingga pemberhentian terakhir yaitu, Mo Chit Station, dgn tiket seharga 35 THB. Pilihan hotel cukup tepat karena deket dgn stasiun BTS Thong Lo, dimana gue mulai merasakan lapar dan memutuskan membeli Roll Cake di stasiun seharga 15 THB atau sekitar Rp. 4,500.-. Lumayan buat bekal dijalan…
Di stasiun BTS Mo Chit kita mulai terserang kebingungan arah menuju stasiun bis-nya. Petugas di stasiun BTS menginformasikan “Take butt 144 …” walaupun terasa aneh tp kita sudah mulai terbiasa mendengar kata butt ini maksudnya bus atau bis. Kita keluar stasiun dan menunggu di halte seberang stasiun BTS tersebut. Semua bis yang lalu lalang tampak kacau, somehow pemandangan ini familiar bgt kyk di Indonesia, ya udah kemampuan ngejar2 bis yang udah terlatih terpakai kembali.

Dengan membayar + 8 THB dan 10 menit perjalanan, kita kembali menapaki stasiun bis Mo Chit dan langsung mencari bis jurusan Ayuthaya. Tiket dikenakan biaya 56 THB dan tertera nomor 113 di tiketnya. Walaupun sebelumnya sudah pernah menaiki bis dari stasiun ini, tapi kita masih saja kebingungan mencari bis yang akan dinaiki. Nomor 113 yang tertera bukan merupakan nomor bis-nya, melainkan nomor jalur bis yang kita naikin, yang seperti diduga semua jalur tertulis secara tidak beraturan.

Selama sekitar 1,5 jam perjalanan Bangkok-Ayuthaya, kita gunain dengan tidur dan tak lupa mengunyah roll cake stasiun yang ternyata rasanya enak banget spt buatan toko2 kue mahal di Jakarta, pdhal harganya hanya + Rp. 4,500.-.

Pukul 12.30-an bis menepi di hook jalan yang kita pikir hanya untuk ngetem ga taunya itu pemberhentian terakhir bis tersebut. Semua penumpang turun dan terlihat tampang kebingungan mereka, termasuk kita sebenarnya. Beberapa bule ada yang jalan dan ada pula yang naek tuk tuk. Kita pun didekati beberapa bapak2 menawari jasa tuk tuk. Awalnya kita cuekin karena berpikir halah tipuan lagi neh, tapi kita mulai tertarik dan menyetujui ketika seorang bapak tukang tuk tuk menawarkan 1000 THB untuk tur all-in keliling wat atau candi-candi beserta Bang Pa In Palace.

Kita menaiki tuk tuk yang saat itu lebih mirip bemo kebuka menuju Bang Pang In. Jalur yang diambil bapak itu banyak melewati kebun atau ladang tapi sedikit gersang. Sebelumnya kita bayangin lokasi pintu depan istana setidaknya seperti istana Bogor ga taunya lebih mirip pintu depan rumah gede di perumahan gitu. Memang konon jaman dahulu para raja dan ratu Muang Thai serta keluarganya lebih sering memilih jalur sungai Chao Phraya untuk berlibur ke istana musim panas ini.

Biaya masuk istana ini sebesar 150 THB dan silahkan muter-muter kompleks sepuasnya, selain itu barang2 tertentu, bahkan termasuk tripod Tina, ditahan sementara tidak boleh dibawa masuk ke kompleks. Alhasil saat kita ingin berfoto bertiga kalo ga ada orang, kita menggunakan tembok kecil ato tempat datar disekitar kompleks yang bisa digunakan sebagai pengganti tripod hehe…kasian amat.


Bang Pa In Palace

Setelah puas berfoto dan menambah hitamnya kulit, kita melaju..hmm…tepatnya dibawa melaju menuju kompleks puing-puing candi di Ayuthaya. Dimulai dari Wat Yai Chaya Mongkol (entrance fee 20 THB) yang juga terdapat reclining Buddha, Wat Phra Si Sanphet (entrance fee 20 THB) yang terdapat patung Buddha besar banget dan terakhir Wat Mahatat (entrance fee 35 THB) yang terdapat kepala Buddha nempel di pohon atau Bodhi Tree. Karena terbatasnya waktu dan banyaknya kompleks candi jadi ada beberapa candi yang terlewatkan, salah satunya Wat Rachaburana.
Sekitar pukul 15.00, kita pulang balik ke Bangkok dengan menggunakan bis serupa waktu berangkat sebelumnya. Mulai terserang lapar hebat, setibanya di stasiun bis Mo Chit Bangkok, kita memutuskan makan disekitar stasiun yang (lagi2) mirip stasiun kampung rambutan di Jakarta. Sedikit bronx sih tapi apa daya lapar.

Chao Phraya River

Rencana selanjutnya pengen dinner di sepanjang sungai Chao Phraya (what?? Baru makan pingin dinner lagi???). Kita memutuskan naek MRT dari Chatuchak Park MRT Station menuju stasiun terakhir di Hua Lampong Stasiun. Ujung ke ujung….wuiih. Menurut informasi hari kedua dari seorang bapak di Lumphini Park, kita setelah dari stasiun itu kita harus naek tuk tuk menuju pier atau dermaga kapal terdekat, yaitu Si Phaya Pier (Pier # 3). Setelah tawar menawar dengan tukang tuk tuk, kita dibawa ngebut menuju pier tersebut. Ternyata kita merasakan kebenaran iklan visa James Bond Pierce Brosnan naek tuk tuk..mirip banget kyk di iklan itu. Ngepotzz…

Di pier dimaksud pukul 18.30 sudah penuh dengan orang yang bermaksud ikut cruise sepanjang Chao Phraya River. Kita menanyakan mbak2 disitu dan mendapat jawaban biaya cruise sekitar 1400 THB per orang dan sudah full baru bisa besok. Dua2nya bukan jawaban yang menyenangkan. Setengah putus asa kita hanya bisa hang out disitu beserta berusaha mencari alternatif lain. Di tengah keputusasaan kita malah berkenalan dan ngobrol dengan 1 keluarga bertampang Arab yang mendekati kita, sembari bertanya “Are you a Muslim?.” Mungkin karena melihat Lilo satu-satunya yang berjilbab di tengah kerumunan orang disitu. Keluarga tersebut orang Mesir yang tinggal di Amerika dan suka jalan-jalan, dengan kemampuan sotoy kita, kita menganjurkan tempat2 mana saja yang recommended untuk dikunjungi di Thailand (pdhl kita sendiri lg kebingungan mo kemana pake sotoy segala hihihi) dan sedikit promosi untuk berkunjung ke Indonesia. Cieeh duta terselubung…

Rampung ngobrol dengan mereka kita malah berpikir cepat dan mendapat ide. Kita menangkap diseberang pier ada Yok-Yor Marina Restaurant, yang menurut referensi yg kita dapat waktu di Jakarta, merupakan salah satu organizer dinner cruise yang harganya masih terjangkau. Hmm..but how to get there?
Sedikit sok tau plus nanya2 jg, kita naek ferry ke seberang dgn biaya 9 THB (yang ibu2 penjual tiket jutek abis). Setelah diseberang malah bingung harus kemana karena kok malah ketemu pasar kecil gitu. Nah lhoo…

Jalan dengan pede plus ketakutan – karena pasarnya yg bronx dan juga melalui jalan kecil yang sepi dan banyak anjing menggonggong hiiii – akhirnya nemu juga tuh restoran dan langsung mendekati front desk dan disambut ncik2 tua (kok mirip mamih mamih err…you know lah hehe). Dia menjelaskan biaya dan jam brangkat kapal, dan akhirnya kita setuju makan disitu yang biayanya 420 THB (excluding dinner) dengan prinsip sekali2 fancy dinner hehehe.

Perjuangan sebenarnya ga berhenti disitu. Niat pengen sudah bisa santai bener aga buyar karena ternyata pelayan dan bahkan managernya susaah banget ngomong bahasa Inggris, jadi kesulitan memesan makanan walaupun udah menunjuk menu yang juga ada tulisan bahasa Thai-nya.
Alkisah Lilo memesan Salad Mangga yang setidaknya sudah terkenal seantero Asia Tenggara, tapi pelayannya gak ngerti2. Bahkan Lilo sudah menunjuk menu dan menyebutkan bahasa Thai-nya Ya Mamuang yang konon artinya (salad) Mangga. “Oooh…mamuang!” kata pelayan dan manager seraya tersenyum, ya kita jg tersenyum…fiuuh ngerti. Makan dan makan sambil nikmatin udara malam di sungai, tapi kita berpikir nih salad kok ga keluar2 sih?? Pas kita tanyain ke pelayan…kucluk kucluk…keluarlah dia dengan piring yang isinya.......ketan + santan kental + MANGGA!! Whattt????? Trnyata tadi dia jg ga ngerti…huaaaaa.
Untung banget makanan itu (yang ternyata desert makanya ga dikeluar2in..huh) enaak jadi ya puas jg sih…*senyum kecut2 manis*.

Oiya, cara pemesanan makanannya juga cukup unik. Jadi pas kita baru nyampe dikapal, seperti biasa kita dikasi menu makanan. Dan berhubung kita kudu cari2 makanan yang tidak ada porknya, jadi waktu baca2 menunya jadi lebih lama. Dan selama kita belum menemukan apa yang kita mau makan, pelayan nya ada kali udah lebih dari 5 kali menyambangi meja kita, nanyain mau mesen apa. Akhirnya setelah kita dapat (juga) apa yang mau dipesan, standard sih taunya tom yam hehehe… Abis itu kapalnya langsung bergerak meninggalkan piernya dan mulai berjalan menyusuri sungai… eyalaaaaah pastesan ditungguin dari tadi, ternyata kalo kita ga mesen2, ya kapalnya ga jalan2…hihihi…mungkin ga semua menu bisa dibuat di kapal kali yah, jadi harus ambil ke dapur di restonya. Hihihihihihihi ya maaap mana kita tau!
Tapi secara keseluruhan, lumayan enak dinner disepanjang Chao Phraya River, yang juga dikenal sebagai The Venice of the East. Asal ga hujan aja hehehe.
blurry Chao Phraya River...hihi

Tuesday, July 29, 2008

Thailand, free land - Day 4

Day 4


Baru bisa beranjak tidur jam 2 pagi karena nyiapin perlengkapan buat tur, dan harus bangun jam 5 pagi biar pas dijemput jam 7.30 kita udah siap. Sempet panik waktu jam 8 belum dijemput juga. Gue en Tina yang bakal balik ke Bangkok malam ini juga langsung early check-out jam 7 itu juga dan menitipkan barang-barang kita di kamar Henita, Rina dan Lilo, yang masih stay hingga esok hari.

Begitu mini bus menjemput, mulai deh hati dag dig dug….excited thinking of what it was gonna be like exploring Phi Phi Island.

Phi Phi Island

Setibanya di spot keberangkatan menuju Phi Phi Island, udah rame peserta tour dan langsung kita berlima dikasih sticker grup kita. Biaya 1,500 THB bisa dibilang ditanggung beres oleh tour agency nya, dari boat, guide, makan siang, snack, kacamata selam, terkecuali flipper kaki yang kita harus nyewa sebesar 30 THB. Awalnya gue gak niat memakai flipper karena ragu apakah bisa snorkeling atau tidak, yah maklum kemampuan cipak cipuk nya gak begitu canggih, tapi udah sejauh ini masa melewatkan kesempatan snorkeling sih…

Utngnya kita dapet guide (sayang lupa namanya…doh!) yang lumayan fun dan cukup jelas bahasa inggrisnya *fiuh* dan asistennya yang cungkring tapi nyengir melulu bernama Mr. Brown (ato kita berlima menyebutnya Pak Cokelat hehe).
Perjalanan dari Phuket ke Maya Beach, Phi Phi Island memakan waktu sekitar 45 menit. Jauh juga ternyata…Sempet bingung waktu guidenya mengingatkan dan menawarkan kita untuk meminum obat mabuk laut, ternyata memang kita kyk dikocok2 naek boat tsb. Tapi anginnya bener2 bisa bikin kita tidur.

Maya beach yang konon dipakai buat syuting film Holywood, The Beach, yang dibintangi Leonardo DiCaprio itu, menarik banget. Airnya berwarna biru turquoise bening dan berasa bener2 seperti pulau terasing kayak di seri Lost. Sayangnya, banyaknya peserta tour agak membuat kita kesulitan mencari scene yang bagus utk difoto, untung dapat juga sih obyek2 yang oke.





Setelah itu kita kembali melanjutkan perjalanan ke Monkey Beach yang isinya monyet semua. Bener2 kerajaan monyet kali. Menurut Mr. Guide, sebelum terjadinya tsunami yang menimpa Phuket akhir tahun 2004, jumlah monyet-monyet di Monkey Beach bisa mencapai ribuan, tetapi kini tinggal sekitar ratusan. Sayang sekali…
Monkey Beach nggak terlalu membuat gue terkesan sbenarnya, karena agak takut juga mendekati para monyet itu. Glek!

Kita diteriaki Mr. Guide untuk kembali melanjutkan perjalanan di tengah bay gitu banyak ikan kecil yang kalau dilempar roti akan berebut makan. Gak jauh dari situ boat kita berhenti yang ternyata merupakan spot kita untuk snorkeling. Waduh agak deg2an juga sih, tapi yah tanceeep aja. Dengan pede byuuurr nyebur…!
Di air si tina dan henita agak mengalami kesulitan menggayuhkan flippernya alias panik ga bisa berenang hehe. Akhirnya dengan baik hati Pak Cokelat alias Mr. Brown mau membantu mereka. Gue dan lilo asik cipak cipuk sendiri dan melihat ikan-ikan berenang didalem air. Saat itu jg gue menyesal gak beli kamera waterproof dari dulu2. Darn!
What a wonderful underwater view!
Setelah beberapa jam mengarungi setiap pantai ke pantai lain, kita menepi di Phi Phi Don untuk makan siang dan istirahat. Kita mendapat meja sesuai dengan kode grup kita. Bisa ditebak dong menu makanannya kebanyakan seafood. Setelah kenyang, kita berlima kembali pisah. Henita dan Rina memilih belanja, sementara gue, Tina dan Lilo kembali memasang mode narsis untuk foto2 disekitar pantai.


Setelah 1 jam-an kita kembali dipeluitin untuk kembali ke kapal. Setiba di kapal baru tersadar bahwa tinggal 2 anggota grup kita yang gak ada, yaitu Henita dan Rina! Mulai kita bertiga terserang panik dan rasa tidak enak, karena gak secara langsung bawa nama negara Indonesia juga, kan gak lucu kalo ternyata dikenal orang Indonesia tidak tepat waktu (wlpun 90% bener hehe). Mr. Guide mulai menanyakan kita dan mata para peserta lain udah setengah melotot ke kita. Aduh aduh…

Akhirnya tampak dari kejauhan mereka berdua, kita berusaha melambai, eh…mereka malah lari balik. Ya udah Lilo dengan sigap mulai mengejar mereka. Gak dinyana Lilo jatuh ke air…..beserta HPnya. Hiks.
Setelah berkumpul, perjalanan dilanjutkan. Kita cukup terharu melihat perhatian Mr. Guide dan beberapa peserta tour yang sebelumnyaseperti kesel, tapi setelah mengetahui HP Lilo jatuh ke air, mereka banyak memberikan saran-saran cara pengeringan atau ‘penyembuhan’nya. So sweet…

Kita akhirnya tiba di sebuah pulau yg bener2 surga bagi orang2 yg ingin sunbathing. Disini pula kita akhirnya bisa berleha2 sepuas hati. Gue and Lilo memilih snorkeling disekitar pulau, yg pasti gak lupa utk foto2 hehe.

Skitar jam 16.00 dan setelah mateng nih kulit, Mr. Guide meneriakkan kita utk kembali ke boat dan mengakhiri tour. Didalam boat, Mr. Guide memberikan sedikit pidato mengucapkan terima kasih telah mengikuti turnya, diselingi guyon2 yang bikin peserta, termasuk kita, jd merasa fun.

Setelah tiba di pantai Phuket, tempat awal kita brangkat, kita berlima akhirnya balik ke hotel dgn mini bus yang pagi harinya mengantarkan kita. Setelah tiba di Patong Village, gue en Tina harus bergerak cepat mencari opsi mini bus utk ke bandara, dan pada saat yang sama Lilo yg sebelumnya ingin menghabiskan waktu 2 hari di Phuket, memutuskan utk ke Bangkok juga malam itu bersama kita. Tetapi, karena sulitnya penerbangan Air Asia yg memesan secara online, agak ribet jg saat itu Lilo mengganti jadwal penerbangannya ke Bangkok. Utg pihak turisme hotel bersedia membantu. Setelah mencari2 disepanjang jalan disekitar hotel, akhirnya, gue n Tina menemukan jg agensi mini bus yg bersedia menyediakan transportasi ke bandara, walaupun pada awalnya mbak-nya (yg mirip rapper Amrik, Lil Kim, krn hidungnya yg naek…oplas kale yee hihi) ragu2 en sok jual mahal mengiyakan pesanan/negosiasi pesanan kita dgn alasan pemesanan yg begitu mendadak. Stlah deal harga, gue en Tina jd malah bingung harus memesan brp seat krn Lilo yg belum selesai atau belum jelas urusan jadwal penerbangannya.

Langsunglah Tina berlari mondar mandir ke hotel dan agensi tsb mencari tahu, krn hp kta gak bs dipake untuk menelpon. Akhirnya stlah ngos2an dan mendapat jawaban, gue dan Tina memesan 3 bangku utk dijemput jam 17.00.

Ternyata urusan Lilo berakhir dgn solusi harus mengurus tiket penerbangan selanjutnya langsung saja di bandara Phuket. Sblm dijemput, kita menumpang mandi dan bersih di kamar Henita, dan ketika siap2 dijemput, resepsionis yg malam sebelumnya menyambut kita sempat mencurigai kita bermalam lagi tapi menggunakan kamar Henita, dgn sedikit nada nyolot (mngkin juga disebabkan wkt itu dia spt tidak membantu mencarikan agen tur) kita mengatakan bhw kita siap pulang sore itu, jangan takut deh, miss.

Tnyata didalam mini bus sudah ada beberapa orang yang siap ke bandara. Seperti yg udah gue bilang sblmnya, Phuket memang kota perpaduan bukit dan pantai, so pasti jalan berliku2, tapi perjalanan dgn mini bus kali ini lbh parah. Kita kayak dimasukin ke blender dikocok2. Bahkan ada penumpang dr India nampaknya, mengajukan protes utk pelan2. Utng kita udah terlatih naek kopaja di Jakarta yg suka ngebut, jd yah walaupun kesel jg, tapi udah sedikit terbiasa hehe.

Walaupun penerbangan gue en Tina msh skitar 3 jam lagi, kita memilih berjaga2 di Phuket Airport lbh awal. Setelah mengantar Lilo memesan tiket penerbangan berikutnya, kita pun makan malam disebuah fast food corner mirip A&W (tapi rasanya kok weird). Gue sempat terserang kepanikan kehilangan HP disitu karena tidak menemukannya di tas yg kubawa tp gue yakin sedang menggunakannya beberrapa waktu sebelumnya. Di puncak keputusasaan dan kelemasan, gue merogoh salah satu sudut kantong tas dan ternyata…..ada! horee!! *sambil memandangi Lilo dan Tina yg jadi sebal melihat kepanikanku* I’m sorry guys…

Jam 21.50, gue dan Tina berangkat menuju Bangkok dan tiba sekitar jam 23.00an, sedangkan lilo naik pesawat selanjutnya yang baru berangkat dari Bangkok jam 22.30. Kita langsung duduk di lobi bandara sembari menunggu Lilo dari penerbangan berikutnya. Lucunya kita kira butuh waktu berjam2 menunggu Lilo, gak taunya pas mo bobo-an eeh orangnya muncul haha. Wah cepat juga.
Utk menuju hotel kita di daerah Sukhumvit, awalnya berencana mau menggunakan bis bandara, tapi karena sudah malam – pagi tepatnya – kita akhir kembali menggunakan taxi dari antrian taxi di bandara. Supir taxinya sih tidak tampak jahat, tapi ntah kenapa kita ngrasa kalo dibawa muter2 juga. Yah sudahlah pasrah drpd dibawa kabur…

Setiba di hotel Sawasdee Sukhumvit sekitar jam 2 pagi, kita disambut resepsionis cowo yg nampaknya ramah. Trnyata kita salah melakukan booking yang baru terhitung esok harinya (ketauan deh newbie). Ya sudah masing-masing merelakan uang 500 THB daripada gak bisa tidur, tapi mreka perlu beberapa menit untuk membereskan kamar. Setelah itu teparrr.

Monday, July 28, 2008

Thailand, free land - Day 3

Day 3

Bangun jam 5.30 pagi untuk mengejar sunrise, tapi gue ngerasa gagal. Really bad view…
Alhasil berfoto-foto di sekitar pantai dan jalan mesum, ngga lupa mejeng depan tulisan gede Hard Rock Café Pattaya,....standard..hehe

Pokoknya hari ini kita ngabisin waktu di Pattaya dengan belanja. Hunting kaos berlogo Thailand berlanjut, yang akhirnya dapet juga. Fiuh sebagian misi oleh-oleh setidaknya udah selesai. Sayangnya, mendapatkan patung Buddha titipan abang gue ngga berhasil. Yang lucu, di suatu kios gue nanyain patung Buddha ke ibu penjual, dia tidak bisa berbahasa Inggris. Ya sudah memakai bahasa isyarat Tarzan. Mulai dari memperagakan gaya Buddha sampai menunjuk bentuk patung, si ibu gak ngerti juga…aarggh..desperado gue, ya akhirnya keluar (lagi) dgn tangan hampa.

Jam 12 teng kita check-out, dan berniat kembali ke Bangkok dengan bis menuju Mo Chit Station terus cari bis lagi yang ke Suvarnabhumi Airport untuk terbang menuju Phuket. Usut punya usut, ternyata di stasiun bis Pattaya ada bis yang langsung ke Suvarnabhumi Airport. Ya udah tancepp…

Sebenarnya penerbangan ke Phuket sih jam 21.50 tapi daripada kita buang duit nambah buat late check out atau jalan-jalan di kota Bangkok dengan tentengan gede gini, kita mutusin untuk ‘hang out’ di Suvarnabhumi Airport sampe jam segitu.
Bete juga sih tapi kalau terbayang film Terminal yang sebenarnya banyak bisa dilakukan di airport, apalagi airport besar seperti di Suvarnabhumi Airport, seru juga.


Suvarnabhumi Airport

Suvarnabhumi (yang orang Thai menyebutnya Suvarnabum) merupakan salah satu airport terbesar di Asia, dengan kalau ngga salah 4 level. Kedatangan di level 2, sedangkan keberangkatan di level 4. Satu hal yang pasti amat kita cari di situ adalah makanan, karena mengisi waktu menunggu ya apalagi kalau ngga makan. Food court ada di level 3, yang lucunya kita ngga nemuin McDonalds atau Burger King. Yang belakangan gue tau kalo BK ada di Duty Free. Sedangkan resto yang buka 24 jam ada di Sky Loft tapi berupa fine dining atau resto yang agak resmi gitu.

Hal lain yang membuatku takjub dari Airport ini adalah Mushola nya yang bersih. Untuk negara yang mayoritas pemeluk agama Buddha, hal ini jadi nilai plus.

Di airport kita mencoba makanan Thailand yang waiternya berteriak “Halal!” (walaupun belakangan gak yakin kalo tempat itu 100% halal. Ugh..). Setelah beberapa hari ngidam Pad Thai, akhirnya gw dan Lilo memesan itu plus minuman wajib Thai Ice Tea, disana disebutnya Milk Tea. Kata org, blm afdol kalo ke Thailand ga mimum Thai Ice Tea... yummy…slurp.


PHUKET

Akhirnya sesuai jadwal, kita jadi terbang juga menuju Phuket setelah berjam-jam ngeceng di airport. Tiba di Phuket sekitar pukul 00.30. Bandara Phuket udah sepi dan transportasi yang ada cuma taxi limosin yang ternyata lebih mirip mini bus atau van. Dengan ongkos THB 150 kita dianter ke hotel. Kita naik bareng 4 cewe backpacker juga dari Amerika, yang nampak lebih dekil dari kita (ya iyalah, kita punya waktu 8 jam di Suvarnabhumi untuk pupuran hehe).

Phuket merupakan paduan daerah perbukitan dan pantai, jadi rute dari airport ke hotel bener-bener berliku. Tiba-tiba mobil kita berhenti di semacam toko kecil yang mirip kantor Tour & Travel. Aduh dibawa kemana nih kita?? Daerah sekitar kita gelap dan banyak pohon. Aduh aduh…jangan sampe kita dijual huuhuuu

Dua cewe keluar dari toko/kantor tersebut dan membuka pintu mobil. Aduh aduh…
Ngga taunya mereka senyum en ramah menyapa tapi buntut-buntutnya nanyain kita mau kemana dan darimana. Mulai bete nih, mau tau aja sih kita dari mana. Kita bilang aja dari Malaysia hehe. Mereka udah mulai tuh ngusulin tempat-tempat di Phuket. Salah satu cewe Amrik tadi yang nampaknya leader rombongannya mulai ngomong “Well, we just want to get to the hotel and take a shower” tanpa disuruh, kita pun menyetujui.
Mulai deh tuh nada suara dua cewe tadi berubah jadi jutek dan bilang cuma mau kasih info doang, tapi si cewe Amrik tetep keukeuh bilang seperti tadi. Akhirnya dua cewe tadi membanting pintu mobil. Cieh marah nih ga ditanggepin…?!! Hehe

Kita nginep di Patong Villa Hotel yang lumayan deket dengan pantai, tapi kok pas nyampe kita kyk lewatin gang gitu…waduh. Ternyata dibalik gang tadi ada hotel kita dan lumayan banyak pepohonan.

Karena kita telat memesan tur Phi Phi Island waktu di Jakarta, kita berharap bisa memesan on the spot atau langsung di Phuket. Tapi ada gak tempat tur yang buka jam 1 pagi??? Waktu kita tanya hotel pun mereka menjawab, info tur hotel baru buka jam 10 pagi. Wadohh…sementara setahu kita tur Phi Phi Island itu kebanyakan mulai jam 7 pagi.
Aduh masa sih jauh-jauh ke Phuket ngga eksplor ke Phi Phi Island? Huhuhu…
Kita mutusin hunting disepanjang jalan hotel dan sekitarnya. Rata-rata memang sudah pada tutup kecuali resto2 dan tempat2 mesum, sampai akhirnya kita men-spot satu tempat tur yang lebih mirip tempat jual pulsa telpon kalo di Jakarta hehe.

Kembali lagi kita ngalamin seperti kejadian di Pattaya nih, yang turnya sudah full. Huuu huuuu. Tapi setelah bapak tur menelpon ‘jaringan’nya akhirnya bisa memesan tur ke Phi Phi Island seharga THB 2,800 per kepala sesuai tertera di brosurnya. Glekk…
Ya sudahlah relain aja…
Mungkin juga karena ke-keukeuh-an kita kali ya, usaha kita berbuah hasil, kita dapet diskon, jadi THB 1,500 per kepala. Horee….
Kita bakal dijemput dengan mini bus (lagi2 mini bus) jam 7.30 pagi. Karena pengalaman (nyaris) ditipu di Bangkok kemarin, jadinya mode waspada muncul, sampai berulang-ulang kita meyakinkan dan bertanya kita bener dijemput atau tidak. Si bapak sampe ngasih nomor HP nya untuk meyakinkan kalau dia ngga menipu.
Pas balik ke hotel untuk tidur dan siap2 buat kegiatan esok pagi, si resepsionis hotel nanya kita dr mana. Dia pikir kita abis dugem kali ya, pas kita jawab kita baru dapet tur dgn harga 1,500 THB, dia respon “Yah, knp ga bilang ke saya, kan saya bisa atur..” Yeee…tadi udah nanya situ kali ttg tur ke phi phi island….huuuu.

Sunday, July 27, 2008

Thailand, free land - Day 2

Day 2

Tina, Lilo dan gue yang tidur di kamar yang sama, bangun (diteriakin Tina, tepatnya hehe) jam 6 pagi. Lebih baik memang pagi-pagi banget biar kita punya banyak waktu untuk explore the city sampai entar check-out jam 14.00. Kita nelpon bangunin Henita dan Rina, tapi Rina nyuruh kita untuk duluan karena Henita masih mau tidur krn agak flu. Ternyata pada akhirnya, mereka duluan juga yang nyampe di coffee room untuk sarapan. In our defense, it took extra time for 3 persons to take a bath hehe.

Sesuai dengan diskusi malam sebelumnya, kita mutusin eksplor Lumphini Park dan jika waktu memungkinkan, Jim Thompson House. Kita memilih kedua tempat tersebut, dibanding tempat wisata utama, seperti Grand Palace, dengan pertimbangan mengejar waktu yang sempit dan kedua tempat itu berada di dekat BTS stasiun BTS (Sky Train) dan MRT (subway). Bisa menghemat waktu nih, pikir kita.
Berlima kita menuju Sanam Pao BTS station, stasiun terdekat dengan hotel kita, dengan bis seperti kemarin.

Ada dua cara untuk beli tiket BTS; melalui loket untuk menukar dengan koin atau langsung ke ticket machine dengan memasukkan koin (jika kita udah punya pecahan koin). Ongkosnya berkisar antara 20-40 THB tergantung dari jurusan yang kita tuju. Sebagai first-timers, kita memilih ke loket sembari menanyakan cara-cara dan jurusannya. Yah maklum udik hehe. Harga tiket ke interchange Siam, untuk kemudian melanjutkan ke Sala Daeng station, stasiun terdekat dengan Lumphini Park, sebesar 30 THB. Di ticket machine kita memencet zona yang dituju, trus masukin koin, dan voila…keluar deh semacam kartu elektrik yang kemudian kita masukin di gate, and whoozz….keluar lagi dari slide yg berbeda, ambil dan langsung nunggu or naik ke kereta, yang dateng sekitar setiap 5-10 menit.

Pas masuk kereta, biasa dong budaya busway kita kebawa, grabak grubuk cari tempat kosong untuk duduk…sementara banyak penumpang yang berjalan dengan santai dan memilih berdiri. Dan itu rush hour lho!
Dasar udik! Hehe

Setibanya di stasiun Sala Daeng dan masukin kembali kartu di gate untuk keluar, eh…kita ga bisa keluar. Kartunya mental mulu. Waduhh…malu jg, dan pak satpam mendekati kita menanyakan kartunya, dan kita disuruh nambahin 5 THB masing-masing anak. Lho..duh berasa jadi penumpang gelap deh huhuhuu. Ngga taunya di Sanam Pao tadi kita minta menuju ke interchange Siam, sementara tujuan kita Sala Daeng. Jadi harus minta stasiun terakhir yang kita tuju…Gubrakk..

LUMPHINI PARK

Lumphini Park adalah salah satu taman kota yang berada pusat kota Bangkok. Sebenarnya kita sendiri ngga yakin apa spesialnya dari taman itu, tapi yang pasti kita (terutama Tina, Lilo dan gue) mengejar obyek atau menjadi obyek foto.

Lumphini Park sepi and bersih! Gile ga ada tukang jualan bertebaran kyk di Jakarta. Park-nya mungkin bisa dibilang mirip Monas. To tell the truth, we didn’t explore much of the Park, only making many photos, mostly under or in front of a big King Mongkutklao statue.

Abis itu destinasi kita berlima beda. Henita dan Rina rencana mau belanja lagi, ke Mahboonkrong (MBK), one of the biggest malls in Bangkok. Aduh jauh-jauh ke Bangkok kalo belanja mulu bisa tekor, bisa-bisa gak balik ke Indonesia hehe. Akhirnya gue, Tina en Lilo stick to the first plan, exploring Jim Thompson House.

Pas balik ke Sala Daeng stasiun, kita ketemu Bapak2 yg ngira kita orang Thai. Sejujurnya, kita sempet mikir ‘oh oh another con!’ tp akhirnya…we felt the friendly welcome of Thailand. Bapak itu baik menyarankan kita hari itu ke Grand Palace aja karena hari Minggu lbh asik kata dia. Beliau bahkan kasih tau cara n jalan terbaik utk pergi kesitu. Lilo dgn sigap langsung nyatet direction di peta (yg menjadi kitab suci kita liburan ini hehe) sesuai informasi dari Bapak tadi. Sampe sekarang masih penasaran bapak itu memang duta wisata (soalnya dia rapih sekali dengan polo shirt kuning berlambangkan kerjaan Thailand dilengkapi degnan pulpen yg dikalungkan dilehernya, so well prepared) atau we were just lucky enough to find him in the middle of nowhere..hehehe

Jim Thompson House

Menurut peta, Jim Thompson House tampak berada di dekat sungai kecil deket Ratchathewi BTS station. Wow, eazzyy…….well, at least we thought it was…
Dari Ratchathewi, kita jalan en jalan en finally saw a small river. Tapi…kok ga ada bentuk rumah gede apapun sih??? Err…alert!
What the hell, jalan aja lagi. Kita dideketin mas2 yg nawarin Tuk Tuk. Waktu kita tolak, dia agak kasar nawarin terus. Wadooh…kabuuurr

Pas jalan lagi (karena keukeuh harus dapet nih Museum), kita disapa another mas2. I worked at the hotel” and we were like “Oooh…” dgn senyum lebar, ah ketemu jg yg ramah deh. Waktu dia bilang Museum tutup karena Raja mau dateng, dan ujung-ujungnya nawarin mending ke sini kesitu yg mostly tempat blanja souvenir. Alamakkk…mau ditipu ternyata!
Masih dgn senyuman kita tolak dan keukeuh mau ke Museum. Mending jawab dgn ramah atau diem aja, jgn marah2….tar dibacok kan ga lucu wuehehe.
Baru tersadar oleh kita kalau tuh cowo gak bilang kerja di hotel Sena, si mas-mas itu juga ga nyebutin dia tinggal di hotel apa juga siy, mana kita tau kalo kita sebenernya sehotel apa engga, bisa2nya dia aja tuh, taktik supaya menarik perhatian kita…. …doh!

Sotoy.com alias sok tau mang jadi tema liburan kita ini, jadi yah jalan, jalan dan jalan….still we couldn’t find the museum. Sigh!
Yg ada kita malah ketemu National Stadium BTS station. What? Waduh kita udah jalan sepanjang satu BTS station. However, we agreed to give one more shot…Ok kalau kita ini nanya sekali lagi tapi gak dapet tuh Museum, kita bakal naik ke National Stadium station en balik ke hotel. Hiks.

Setelah nanya satu orng, dia bilang tinggal belok kiri jalan di depan ini. Disitu kita nyari2 lagi. Gue punya policy kalau nyari suatu tempat (acara atau wisata), kalau banyak orang yg jalan di atau keluar dari suatu jalan, berarti kemungkinan besar tempat yg kita cari sudah dekat. Begitu juga waktu udah di jalan ini yg ternyata bernama Soi Kaseem 3, gue bilang “banyak bule tuh jalan, berarti dah deket”, ternyata………benar!! Akhirnya ketemu juga tuh rumah Bapak Thompson! Fiuuh..
Belakangan dengan bodohnya kita baru menyadari (setelah menyimak peta) bahwa sbnrnya di peta udah ditunjukin kalo museum ini ada di Soi Kaseem 3 itu dgn lambang M tapi dengan ‘pinter’nya kita merasa museum itu dekat sungai krn tulisan Jim Thompson House-nya ada dekat gambar sungai. Doh!

Jim Thompson dulunya itu pengusaha Amerika yang membangun perusahaan sutra Thai di Thailand di tahun 60an, yang kemudian hilang secara misterius di Malaysia pada tahun 1967. Rumahnya yang asri dan besar ini kemudian dijadiin museum. Sejuk tapi sekaligus spooky.
Sebelnya tiket masuknya beda2. Untuk 25 tahun kebawah, 50 THB, di atas itu 100 THB. Ggrrr…baru deh berasa tua. Lilo udah ketawa2 licik aja karena dia bayar 50 THB dan dengan pamernya nunjukin passport ke loket tiket yang memang diminta sama mbak2nya sebagai bukti masih berumur sbg pelajar. Huh *iri*.
Tapi enaknya dapet guide, dan guide kita itu cantik dan ramah en mirip orang Indonesia banget. Disini guide nya juga bisa dibilang banyak lho, karena ga cuma bisa bahasa inggris yang aktif dan lancar, malahan juga ada guide bisa bahasa jepang, perancis dan londo. Setelah dibawa keliling-keliling rumah dan diceritakan sejarah museum, kita langsung cabut dari situ jam 12.30. Sebenarnya perut dah keroncongan, tapi bener-bener harus ngejar check-out jam 14.00, jadi kita mutusin langsung ke hotel. Naik dari stasiun National Stadium, sembari mencoba menghubungi Henita dan Rina tapi tetep gak berhasil jg. Ah sudahlah pasrah aja deh tuh mereka kemana.
Gak taunya pas kereta berhenti di tempat kita turun..zeett….mereka jg keluar dr kereta yang sama tapi beda gerbong hahahaha.

Catatan: info tentang rumah pak jim ini bisa dilihat di http://www.jimthompsonhouse.com/




Pattaya

Setelah check-out hotel jam 14.00, kita segera mewujudkan destinasi selanjutnya ke Pattaya, yang terkenal dengan pantai, walaupun gue denger pantainya gak begitu bagus. Kata salah satu pegawai hotel kita bisa naik bis ke Pattaya dari stasiun bis Mo Chit, dari hotel dengan taxi sekitar 60 THB. Bener sih…
Stasiun bis Mo Chit mirip stasiun Kampung Rambutan banget. Tiket bis ke Pattaya sebesar 128 THB dan berangkat pukul 15.10, berarti kita masih punya waktu untuk mengisi perut yang kosong ini. Masuk food court duh langsung bingung lagi, karena banyak makanan yang mengandung pork. Akhirnya aku dan Lilo memesan rice and chicken yang ternyata kalau di Indonesia namanya Nasi Hainan hehe. Plus ditambah abon yang dibawa Lilo jadi sedap deh. Fiuh...

Sedikit tips ke Thailand, jangan lupa bawa kecap, saos sambal dan abon. Karena disana kecapa agak sulit ditemukan. Sambal pun ternyata beda dgn sambal yang biasa kita makan di Jakarta, yang pedas dan asam. Di McD Thailand, saos sambalnya ternyata malah amat manissss, ga ada pedasnya sama sekali. Dan bagi yang muslim, abon akan sangat bermanfaat tentunya, soalnya di Thailand, pork itu sangat populer, jadi agak sulit memang mencari yang non-pork. Kalopun ada resto muslim, harganya lebih mahal dari resto biasa. Alternative lain, pesanlah seafood salad, karena isinya Cuma udang, cumi, daun selada, bawang Bombay dan cuka…aman kan? hehehehehehehe

Setelah 2 jam perjalanan yang mirip rute Jakarta-Anyer, kita tiba di stasiun bis Pattaya. Keluar dari bis langsung deh dikerubutin mas-mas berpakaian kaos rapih. Ngga taunya mereka petugas informasi buat turis sepertinya (ngga tau deh plus nipu2 juga kali). Dia menyarankan untuk naik mini bus seharga 20 THB ke hotel. Ternyata yang dimaksud mini bus itu mirip angkot kebuka dengan kapasitas penumpang belakang sekitar 8 orang dan kita menyebut kita mau kemana, bisa dibilang itu bajaj rame2 deh hehehe.

Kita nginep di Sawasdee Sea View yang emang deket banget dengan pantai. Dan benar pantainya sungguh gariiingg. Praktis dibilang gak ada ombaknya. Untungnya tiba di Pattaya dah mendekati waktu sunset jadi sedikit terhibur deh.

Abis itu menyelusuri jalan mesum, abis isinya bule-bule dengan cewe-cewe Thailand, yang gak jelas jg deh itu cewek beneran atau bukan hehehe. Pemandangan di sepanjang jalan itu juga dipenuhi dengan iklan-iklan klub malam yang berlomba menampilkan keerotisannya masing-masing…glegg

Malamnya lagi-lagi kita berlima berpisah, Henita dan Rina pingin foto-foto depan Hard Rock, sementara Tina, Lilo dan gue udah mulai kelaparan. Dan mereka pun sepertinya tidak menyambut rencana nonton cabaret banci Tiffany malemnya, jadi pisah deh.
Setelah wara wiri, akhirnya nemu jg tempat makan, Pink Lady, yang menurut gue Tom Yang Goong-nya enak banget….karena udang2nya segede gaban! Wuiihh…..

Jam 19.30 kita balik ke hotel, kita nanya ke pusat turisme di hotelnya tentang gimana cara nonton Tiffany Show itu. Mereka memberi informasi bahwa kita sudah terlambat untuk show jam 8 malem, juga untuk show jam 9 yang udah penuh, baru ada esok harinya. Lemas langsung rasanya, walaupun begitu kita dengan suara lemas masih berusaha membujuk dan menanyakan apakah masih bisa menonton show jam 9 malem itu. Mungkin karena kasihan juga melihat muka memelas kita, mbak info turis di hotel mengatakan “wait a moment…” sembari menelpon seseorang.

Muka memelas masih on ketika tiba-tiba mbak info turis tadi mengatakan “yes…can”
really?? Bisa?? Katanya penuh??..Tapi kita gak ngomong gitu, hanya melongo sambil mendengarkan mbaknya menjelaskan “20.30 mini butt pick up”
serentak kita bertiga memajukan kepala “What? Mini butt?”
mbaknya, “Yes, mini butt” Mini butt …pantat kecil?? Gak masuk akal juga….
Ternyata….maksudnya mini bus. Ooooo………

Setelah agak menunggu dengan tidak sabar akhirnya kita dijemput juga oleh mini butt atau mini bus yang ternyata mobil Honda jazz. Ya ampun, kita pikir mobil gede kayak kijang gitu. Udah gitu yang jemput dan menyetir jazz itu mbak-mbak lho. Wah semakin ga berasa minibus nya deh hihi

Ada 3 kelas Tiffany Show; VIP – THB 1,000, Deluxe – THB 800 dan Mezzanine – THB 600. Tentunya kita memilih kelas terakhir yang ternyata ada dibalkon. Didalem gedung pertunjukan, kita ditunjukin seat oleh mbak penjaga yang mukanya super duper jutek. Sebelum acara mulai, biasa dong foto-foto. Emang sih diluar dikasih pemberitahuan kalo gak boleh moto2, tapi ya sepertinya semua pada melakukannya.
Tapi pas pertunjukan udah dimulai, semua penonton benar-benar dilarang mengambil gambar oleh mbak jutek tadi, bahkan ada yang nekat menjepret, malah direbut kameranya. Oh pantes mbak itu jutek, udah disetel untuk pekerjaannya itu hehe.

Tiffany Show-nya berlangsung megah dan bisa dibilang spektakuler. Walaupun mereka menyanyi dengan sistem lipsync tapi menjiwai banget. Semua banci disitu cantik-cantik dan tinggi langsing, kalaupun ada yang tua dan gemuk, mereka biasanya dipasang untuk pertunjukan pembuka atau selingan plus dengan banyolan-banyolan. Yang bikin seru malah salah satu banci tua itu menirukan gaya performance Tina Turner dengan rambut ijuknya.

Setelah pertunjukan selesai, ternyata penonton dapet kesempatan memfoto para transgen tersebut di halaman gedung pertunjukan atau berfoto dengan mereka dengan membayar THB 40 per foto. Waduh bayar toh….tapi what the hack…
Kita juga memfoto mereka yang semuanya cantik-cantik. Tapi pas sempet melewati salah satu dari mereka, terdengar mereka berbicara dengan suara nge-bass mas-mas. Hihihi

Pulang dengan mini butt (aih latah) yang sama. Ngelewatin jalan-jalan yang gemerlap. The city never sleeps, it seemed…
Memasuki suatu jalan yang mirip jalan depan hotel kita, gue ngerasa drivernya salah jalan deh. Jangan-jangan dia lupa lagi hotelnya, pikir gue. Lagi asik-asiknya berpikir, drivernya nanya “Walking Street?” gue dengan sigap dan cepat langsung menjawab “Sawasdee!!” (nama hotel kita). Tina n Lilo dah ngakak2. Oopss…pasti ada yang salah neh dengan jawaban gue. Gue pikir dia nanya hotel kita, ga taunya maksudnya kita masih mau jalan-jalan atau ngga di Pattaya Walking Street, jalan ramai dengan toko-toko, resto dsb.
Gubrak….

Jackpot # 3

Saturday, July 26, 2008

Thailand, free land - Day 1


Day 1

Setelah berbulan-bulan merencanakan liburan, akhirnya gw melampaui trip (semi) backpacking ke Thailand dengan beberapa teman kantor dan teman2 yang gue kenal melalui milis backpacker Indonesia. Sebenarnya trip ini bukan bener2 backpacking trip karena kita masih bawa koper troli (yang dilowongin untuk oleh2 nanti hehe), tapi selama perjalanan ini gue bawa backpack kamera seberat 5 kilo-an kali, so… I would say it was my fun semi backpacking trip with friends.

Kita naek penerbangan pukul 10.00 FD 3672 Air Asia yang kita pesen dari program promo beberapa bulan sebelumnya. Gue tiba pertama di bandara disusul oleh Tina, lalu Lilo, dan akhirnya Henita dan Rina, yang kita kenal via milis IBP.
Setelah 3 jam perjalanan, kita berlima tiba di Suvarnabhumi Airport dan disambut patung penjaga Thailand yg gedee banget di counter imigrasi. Sebenarnya mungkin enak kalo naek bis bandara, tapi setelah dihitung2, kita putusin naek taksi yang kita dapet lewat antrian dan harus membayar biaya 50 THB, tidak termasuk fare taxinya. (1 THB = + Rp. 300.- at the time)

Sebelum pergi ke Thailand ini, gue banyak cari info dari berbagai sumber, baik internet, milis, blog dll, dan kebanyakan mereka bilang orang2 Thai ramah2 bahkan lebih ramah dari orang2 Indonesia. Jujur aja gue penasaran…dan lucunya, kesan pertama tiba di bandara malah nemuin petugas2 atau orang yang ga ramah (apa mungkin karena dibandara ya?), juga supir taksi kita yang tampangnya mirip penipu…mencurigakan. Yee ga beda ama di Jakarta dong hehe.

Faktor bahasa juga jadi sedikit kendala. Bahasa Inggris mereka yang minim bikin kesulitan berkomunikasi. Si supir taksi ngomong sesuatu seperti ‘huiwei’ kita hanya bengong liat2an sambil menerka maksudnya apa. Stlah kita pikir2 ternyata mksdnya highway. Dia nanya mo lewat tol apa ga? Oaalaah….

Juga ketika dia bertanya sesuatu yang terdengar seperti “Are you Malaysian?” dengan sigap gue jawab “Indonesian!”…ga rela gini dibilang Malaysia, eh supirnya malah senyum2,…ih ngejek ya luu??!!! Keki gini….ga lama Lilo seperti menterjemahkan kalo maksudnya “Do you have a family in Thailand?”

Oaalaahh….

Jackpot # 1

Chatuchak Market

Agenda pertama kita di Bangkok ini adalah ke Chatuchak (atau Jatujak) Market yang buka hanya pas weekend doang, ya udah mumpung deh. Kita stay di Sena Place Hotel yang menurut peta deket dengan Chatuchak tersebut. Orang hotelnya ngasih informasi kalo kita bisa jalan kaki 15 menit atau naek Tuk Tuk (transportasi yang mirip Bajaj) bayar sekitar 40THB. Kita akhirnya milih jalan kaki, sayangnya kita salah ambil jalan. Mulai bingung gitu akhirnya kita nanya seorang cewe lagi nunggu bis. Karena tuh cewe ga bisa bahasa Inggris akhirnya pake bahasa Tarzan. Dia ngomong Thai, kita ngomong bahasa Indonesia hihihi.

Tapi yang kita tangkap maksudnya adalah kita naik bis no. 8 ke arah Chatuchak. Tapi dengan sok taunya kita pikir pasti marketnya ga jauh, wong orang Hotel bilang cuma 15 menit berarti deket, ga taunya kaki dah pegel dan kaku tapi kok ga nyampe2 yaa…huaa

Akhirnya setelah diujung rasa pegel, nemu juga deh tuh tempat. Chatuchak Market terkenal dengan barang-barangnya yang murah dan beragam. Gue nyari barang2 berbau Thailand kok malah ga banyak nemu ya, yang ada malah barang2 murah yang kalo gue bilang mirip di ITC di Jakarta. Sejujurnya antusiasme belanja gue berkurang, gue hanya beli suvenir2 Thailand, yang penjualnya mirip2 uni2 orang Padang gitu hehehe.
Tapi akhirnya gue blajar juga neh yang namanya nawar, seru juga…

Setelah borong beberapa, kita berlima mulai terserang kelaparan. Tadinya niat dari Jakarta mo eksplor makanan Thai tapi karena dipinggir2 jalan aja dah menunjukkan non-halal, akhirnya malah terdampar di McDonald’s, yang kyknya jauh dari Chatuchak. Setelah berembuk kita naik bis sesuai saran cewe tadi. Bisnya mirip PPD mayasari bhakti yang aga kumuh..wadooh. bayarnya 9 THB atau sekitar Rp. 2,700.- semo semo lah….

Senengnya di McD Bangkok ini ada Apple Pie (yang dulu ada di McD Indonesia tp sekarang ga ada), tapi herannya ga ada nasi, pdhal mayoritas penduduk Thailand pemakan nasi. Lagi-lagi karena bahasa Inggrisnya yang parah, gue pesen Apple Pie eh malah dapet Pineapple Pie (similar taste yet different flavor). Pasrah…

Kita kembali ke hotel pukul 20.00, dan ngeliat Tuk Tuk dipajang dihalaman hotel…Wah padahal tadi sore ga ada. Ya udah langsung berebut berfoto. Saking semangatnya Tina manggil sekuriti Hotel untuk foto-in kita dengan “Pak tolong pak!” dalam bahasa Indonesia Hahahaha. Kita ampe ngakak berat, bahkan sekuritinya senyum2 (seolah2 ngerti) hihihihi.

Jackpot # 2