Sunday, July 27, 2008

Thailand, free land - Day 2

Day 2

Tina, Lilo dan gue yang tidur di kamar yang sama, bangun (diteriakin Tina, tepatnya hehe) jam 6 pagi. Lebih baik memang pagi-pagi banget biar kita punya banyak waktu untuk explore the city sampai entar check-out jam 14.00. Kita nelpon bangunin Henita dan Rina, tapi Rina nyuruh kita untuk duluan karena Henita masih mau tidur krn agak flu. Ternyata pada akhirnya, mereka duluan juga yang nyampe di coffee room untuk sarapan. In our defense, it took extra time for 3 persons to take a bath hehe.

Sesuai dengan diskusi malam sebelumnya, kita mutusin eksplor Lumphini Park dan jika waktu memungkinkan, Jim Thompson House. Kita memilih kedua tempat tersebut, dibanding tempat wisata utama, seperti Grand Palace, dengan pertimbangan mengejar waktu yang sempit dan kedua tempat itu berada di dekat BTS stasiun BTS (Sky Train) dan MRT (subway). Bisa menghemat waktu nih, pikir kita.
Berlima kita menuju Sanam Pao BTS station, stasiun terdekat dengan hotel kita, dengan bis seperti kemarin.

Ada dua cara untuk beli tiket BTS; melalui loket untuk menukar dengan koin atau langsung ke ticket machine dengan memasukkan koin (jika kita udah punya pecahan koin). Ongkosnya berkisar antara 20-40 THB tergantung dari jurusan yang kita tuju. Sebagai first-timers, kita memilih ke loket sembari menanyakan cara-cara dan jurusannya. Yah maklum udik hehe. Harga tiket ke interchange Siam, untuk kemudian melanjutkan ke Sala Daeng station, stasiun terdekat dengan Lumphini Park, sebesar 30 THB. Di ticket machine kita memencet zona yang dituju, trus masukin koin, dan voila…keluar deh semacam kartu elektrik yang kemudian kita masukin di gate, and whoozz….keluar lagi dari slide yg berbeda, ambil dan langsung nunggu or naik ke kereta, yang dateng sekitar setiap 5-10 menit.

Pas masuk kereta, biasa dong budaya busway kita kebawa, grabak grubuk cari tempat kosong untuk duduk…sementara banyak penumpang yang berjalan dengan santai dan memilih berdiri. Dan itu rush hour lho!
Dasar udik! Hehe

Setibanya di stasiun Sala Daeng dan masukin kembali kartu di gate untuk keluar, eh…kita ga bisa keluar. Kartunya mental mulu. Waduhh…malu jg, dan pak satpam mendekati kita menanyakan kartunya, dan kita disuruh nambahin 5 THB masing-masing anak. Lho..duh berasa jadi penumpang gelap deh huhuhuu. Ngga taunya di Sanam Pao tadi kita minta menuju ke interchange Siam, sementara tujuan kita Sala Daeng. Jadi harus minta stasiun terakhir yang kita tuju…Gubrakk..

LUMPHINI PARK

Lumphini Park adalah salah satu taman kota yang berada pusat kota Bangkok. Sebenarnya kita sendiri ngga yakin apa spesialnya dari taman itu, tapi yang pasti kita (terutama Tina, Lilo dan gue) mengejar obyek atau menjadi obyek foto.

Lumphini Park sepi and bersih! Gile ga ada tukang jualan bertebaran kyk di Jakarta. Park-nya mungkin bisa dibilang mirip Monas. To tell the truth, we didn’t explore much of the Park, only making many photos, mostly under or in front of a big King Mongkutklao statue.

Abis itu destinasi kita berlima beda. Henita dan Rina rencana mau belanja lagi, ke Mahboonkrong (MBK), one of the biggest malls in Bangkok. Aduh jauh-jauh ke Bangkok kalo belanja mulu bisa tekor, bisa-bisa gak balik ke Indonesia hehe. Akhirnya gue, Tina en Lilo stick to the first plan, exploring Jim Thompson House.

Pas balik ke Sala Daeng stasiun, kita ketemu Bapak2 yg ngira kita orang Thai. Sejujurnya, kita sempet mikir ‘oh oh another con!’ tp akhirnya…we felt the friendly welcome of Thailand. Bapak itu baik menyarankan kita hari itu ke Grand Palace aja karena hari Minggu lbh asik kata dia. Beliau bahkan kasih tau cara n jalan terbaik utk pergi kesitu. Lilo dgn sigap langsung nyatet direction di peta (yg menjadi kitab suci kita liburan ini hehe) sesuai informasi dari Bapak tadi. Sampe sekarang masih penasaran bapak itu memang duta wisata (soalnya dia rapih sekali dengan polo shirt kuning berlambangkan kerjaan Thailand dilengkapi degnan pulpen yg dikalungkan dilehernya, so well prepared) atau we were just lucky enough to find him in the middle of nowhere..hehehe

Jim Thompson House

Menurut peta, Jim Thompson House tampak berada di dekat sungai kecil deket Ratchathewi BTS station. Wow, eazzyy…….well, at least we thought it was…
Dari Ratchathewi, kita jalan en jalan en finally saw a small river. Tapi…kok ga ada bentuk rumah gede apapun sih??? Err…alert!
What the hell, jalan aja lagi. Kita dideketin mas2 yg nawarin Tuk Tuk. Waktu kita tolak, dia agak kasar nawarin terus. Wadooh…kabuuurr

Pas jalan lagi (karena keukeuh harus dapet nih Museum), kita disapa another mas2. I worked at the hotel” and we were like “Oooh…” dgn senyum lebar, ah ketemu jg yg ramah deh. Waktu dia bilang Museum tutup karena Raja mau dateng, dan ujung-ujungnya nawarin mending ke sini kesitu yg mostly tempat blanja souvenir. Alamakkk…mau ditipu ternyata!
Masih dgn senyuman kita tolak dan keukeuh mau ke Museum. Mending jawab dgn ramah atau diem aja, jgn marah2….tar dibacok kan ga lucu wuehehe.
Baru tersadar oleh kita kalau tuh cowo gak bilang kerja di hotel Sena, si mas-mas itu juga ga nyebutin dia tinggal di hotel apa juga siy, mana kita tau kalo kita sebenernya sehotel apa engga, bisa2nya dia aja tuh, taktik supaya menarik perhatian kita…. …doh!

Sotoy.com alias sok tau mang jadi tema liburan kita ini, jadi yah jalan, jalan dan jalan….still we couldn’t find the museum. Sigh!
Yg ada kita malah ketemu National Stadium BTS station. What? Waduh kita udah jalan sepanjang satu BTS station. However, we agreed to give one more shot…Ok kalau kita ini nanya sekali lagi tapi gak dapet tuh Museum, kita bakal naik ke National Stadium station en balik ke hotel. Hiks.

Setelah nanya satu orng, dia bilang tinggal belok kiri jalan di depan ini. Disitu kita nyari2 lagi. Gue punya policy kalau nyari suatu tempat (acara atau wisata), kalau banyak orang yg jalan di atau keluar dari suatu jalan, berarti kemungkinan besar tempat yg kita cari sudah dekat. Begitu juga waktu udah di jalan ini yg ternyata bernama Soi Kaseem 3, gue bilang “banyak bule tuh jalan, berarti dah deket”, ternyata………benar!! Akhirnya ketemu juga tuh rumah Bapak Thompson! Fiuuh..
Belakangan dengan bodohnya kita baru menyadari (setelah menyimak peta) bahwa sbnrnya di peta udah ditunjukin kalo museum ini ada di Soi Kaseem 3 itu dgn lambang M tapi dengan ‘pinter’nya kita merasa museum itu dekat sungai krn tulisan Jim Thompson House-nya ada dekat gambar sungai. Doh!

Jim Thompson dulunya itu pengusaha Amerika yang membangun perusahaan sutra Thai di Thailand di tahun 60an, yang kemudian hilang secara misterius di Malaysia pada tahun 1967. Rumahnya yang asri dan besar ini kemudian dijadiin museum. Sejuk tapi sekaligus spooky.
Sebelnya tiket masuknya beda2. Untuk 25 tahun kebawah, 50 THB, di atas itu 100 THB. Ggrrr…baru deh berasa tua. Lilo udah ketawa2 licik aja karena dia bayar 50 THB dan dengan pamernya nunjukin passport ke loket tiket yang memang diminta sama mbak2nya sebagai bukti masih berumur sbg pelajar. Huh *iri*.
Tapi enaknya dapet guide, dan guide kita itu cantik dan ramah en mirip orang Indonesia banget. Disini guide nya juga bisa dibilang banyak lho, karena ga cuma bisa bahasa inggris yang aktif dan lancar, malahan juga ada guide bisa bahasa jepang, perancis dan londo. Setelah dibawa keliling-keliling rumah dan diceritakan sejarah museum, kita langsung cabut dari situ jam 12.30. Sebenarnya perut dah keroncongan, tapi bener-bener harus ngejar check-out jam 14.00, jadi kita mutusin langsung ke hotel. Naik dari stasiun National Stadium, sembari mencoba menghubungi Henita dan Rina tapi tetep gak berhasil jg. Ah sudahlah pasrah aja deh tuh mereka kemana.
Gak taunya pas kereta berhenti di tempat kita turun..zeett….mereka jg keluar dr kereta yang sama tapi beda gerbong hahahaha.

Catatan: info tentang rumah pak jim ini bisa dilihat di http://www.jimthompsonhouse.com/




Pattaya

Setelah check-out hotel jam 14.00, kita segera mewujudkan destinasi selanjutnya ke Pattaya, yang terkenal dengan pantai, walaupun gue denger pantainya gak begitu bagus. Kata salah satu pegawai hotel kita bisa naik bis ke Pattaya dari stasiun bis Mo Chit, dari hotel dengan taxi sekitar 60 THB. Bener sih…
Stasiun bis Mo Chit mirip stasiun Kampung Rambutan banget. Tiket bis ke Pattaya sebesar 128 THB dan berangkat pukul 15.10, berarti kita masih punya waktu untuk mengisi perut yang kosong ini. Masuk food court duh langsung bingung lagi, karena banyak makanan yang mengandung pork. Akhirnya aku dan Lilo memesan rice and chicken yang ternyata kalau di Indonesia namanya Nasi Hainan hehe. Plus ditambah abon yang dibawa Lilo jadi sedap deh. Fiuh...

Sedikit tips ke Thailand, jangan lupa bawa kecap, saos sambal dan abon. Karena disana kecapa agak sulit ditemukan. Sambal pun ternyata beda dgn sambal yang biasa kita makan di Jakarta, yang pedas dan asam. Di McD Thailand, saos sambalnya ternyata malah amat manissss, ga ada pedasnya sama sekali. Dan bagi yang muslim, abon akan sangat bermanfaat tentunya, soalnya di Thailand, pork itu sangat populer, jadi agak sulit memang mencari yang non-pork. Kalopun ada resto muslim, harganya lebih mahal dari resto biasa. Alternative lain, pesanlah seafood salad, karena isinya Cuma udang, cumi, daun selada, bawang Bombay dan cuka…aman kan? hehehehehehehe

Setelah 2 jam perjalanan yang mirip rute Jakarta-Anyer, kita tiba di stasiun bis Pattaya. Keluar dari bis langsung deh dikerubutin mas-mas berpakaian kaos rapih. Ngga taunya mereka petugas informasi buat turis sepertinya (ngga tau deh plus nipu2 juga kali). Dia menyarankan untuk naik mini bus seharga 20 THB ke hotel. Ternyata yang dimaksud mini bus itu mirip angkot kebuka dengan kapasitas penumpang belakang sekitar 8 orang dan kita menyebut kita mau kemana, bisa dibilang itu bajaj rame2 deh hehehe.

Kita nginep di Sawasdee Sea View yang emang deket banget dengan pantai. Dan benar pantainya sungguh gariiingg. Praktis dibilang gak ada ombaknya. Untungnya tiba di Pattaya dah mendekati waktu sunset jadi sedikit terhibur deh.

Abis itu menyelusuri jalan mesum, abis isinya bule-bule dengan cewe-cewe Thailand, yang gak jelas jg deh itu cewek beneran atau bukan hehehe. Pemandangan di sepanjang jalan itu juga dipenuhi dengan iklan-iklan klub malam yang berlomba menampilkan keerotisannya masing-masing…glegg

Malamnya lagi-lagi kita berlima berpisah, Henita dan Rina pingin foto-foto depan Hard Rock, sementara Tina, Lilo dan gue udah mulai kelaparan. Dan mereka pun sepertinya tidak menyambut rencana nonton cabaret banci Tiffany malemnya, jadi pisah deh.
Setelah wara wiri, akhirnya nemu jg tempat makan, Pink Lady, yang menurut gue Tom Yang Goong-nya enak banget….karena udang2nya segede gaban! Wuiihh…..

Jam 19.30 kita balik ke hotel, kita nanya ke pusat turisme di hotelnya tentang gimana cara nonton Tiffany Show itu. Mereka memberi informasi bahwa kita sudah terlambat untuk show jam 8 malem, juga untuk show jam 9 yang udah penuh, baru ada esok harinya. Lemas langsung rasanya, walaupun begitu kita dengan suara lemas masih berusaha membujuk dan menanyakan apakah masih bisa menonton show jam 9 malem itu. Mungkin karena kasihan juga melihat muka memelas kita, mbak info turis di hotel mengatakan “wait a moment…” sembari menelpon seseorang.

Muka memelas masih on ketika tiba-tiba mbak info turis tadi mengatakan “yes…can”
really?? Bisa?? Katanya penuh??..Tapi kita gak ngomong gitu, hanya melongo sambil mendengarkan mbaknya menjelaskan “20.30 mini butt pick up”
serentak kita bertiga memajukan kepala “What? Mini butt?”
mbaknya, “Yes, mini butt” Mini butt …pantat kecil?? Gak masuk akal juga….
Ternyata….maksudnya mini bus. Ooooo………

Setelah agak menunggu dengan tidak sabar akhirnya kita dijemput juga oleh mini butt atau mini bus yang ternyata mobil Honda jazz. Ya ampun, kita pikir mobil gede kayak kijang gitu. Udah gitu yang jemput dan menyetir jazz itu mbak-mbak lho. Wah semakin ga berasa minibus nya deh hihi

Ada 3 kelas Tiffany Show; VIP – THB 1,000, Deluxe – THB 800 dan Mezzanine – THB 600. Tentunya kita memilih kelas terakhir yang ternyata ada dibalkon. Didalem gedung pertunjukan, kita ditunjukin seat oleh mbak penjaga yang mukanya super duper jutek. Sebelum acara mulai, biasa dong foto-foto. Emang sih diluar dikasih pemberitahuan kalo gak boleh moto2, tapi ya sepertinya semua pada melakukannya.
Tapi pas pertunjukan udah dimulai, semua penonton benar-benar dilarang mengambil gambar oleh mbak jutek tadi, bahkan ada yang nekat menjepret, malah direbut kameranya. Oh pantes mbak itu jutek, udah disetel untuk pekerjaannya itu hehe.

Tiffany Show-nya berlangsung megah dan bisa dibilang spektakuler. Walaupun mereka menyanyi dengan sistem lipsync tapi menjiwai banget. Semua banci disitu cantik-cantik dan tinggi langsing, kalaupun ada yang tua dan gemuk, mereka biasanya dipasang untuk pertunjukan pembuka atau selingan plus dengan banyolan-banyolan. Yang bikin seru malah salah satu banci tua itu menirukan gaya performance Tina Turner dengan rambut ijuknya.

Setelah pertunjukan selesai, ternyata penonton dapet kesempatan memfoto para transgen tersebut di halaman gedung pertunjukan atau berfoto dengan mereka dengan membayar THB 40 per foto. Waduh bayar toh….tapi what the hack…
Kita juga memfoto mereka yang semuanya cantik-cantik. Tapi pas sempet melewati salah satu dari mereka, terdengar mereka berbicara dengan suara nge-bass mas-mas. Hihihi

Pulang dengan mini butt (aih latah) yang sama. Ngelewatin jalan-jalan yang gemerlap. The city never sleeps, it seemed…
Memasuki suatu jalan yang mirip jalan depan hotel kita, gue ngerasa drivernya salah jalan deh. Jangan-jangan dia lupa lagi hotelnya, pikir gue. Lagi asik-asiknya berpikir, drivernya nanya “Walking Street?” gue dengan sigap dan cepat langsung menjawab “Sawasdee!!” (nama hotel kita). Tina n Lilo dah ngakak2. Oopss…pasti ada yang salah neh dengan jawaban gue. Gue pikir dia nanya hotel kita, ga taunya maksudnya kita masih mau jalan-jalan atau ngga di Pattaya Walking Street, jalan ramai dengan toko-toko, resto dsb.
Gubrak….

Jackpot # 3

1 comment:

Anonymous said...

auuu i have a big butt niy mevrouw..kumaha...hadoohh sumpe lucu banget...

-dien-